Musyawarah Nasional (Munas) Persatuan Lawn Tenis Indonesia (Pelti) akan berlangsung di Jakarta pada 18 21 November. Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis memberikan catatan dari perspektif hukum mengenai penyelenggaraan Munas Pelti khususnya kepada peserta Munas maupun kandidat ketua umum Pelti. Menurut Margarito Kamis, kandidat yang mengikuti pemilihan ketua umum adalah calon yang memenuhi sejumlah persyaratan.
Dia mencontohkan bakal calon ketua umum yang mendaftar harus didukung oleh sepuluh pengurus daerah Pelti ditambah menyetorkan sejumlah uang ke bendahara Pelti. Setelah seseorang mendaftar dengan membawa sejumlah persyaratan, menurut Margarito, dalam perjalanannya kandidat menemukan kenyataan bahwa dukungannya ternyata banyak yang tidak valid. "Lalu, yang bersangkutan mempersoalkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dan aturan pendafaran dan sebagainya. Bagi saya, sebagai orang hukum, itu tidak logis. Tidak masuk di akal, konyol. Mengapa konyol, dari mana Anda tahu angka sepuluh sebagai syarat," kata Margarito Kamis kepada wartawan, Jumat (18/11/2022).
Margarito mempertanyakan dari mana seseorang atau kandidat tahu mengenai aturan sebagai calon ketua umum. Hal itu yang karena kandidat atau seseorang membaca aturan. "Dengan membaca aturan itu maka Anda mengetahui aturan itu. Maka, sama artinya Anda (kandidat ketua umum Pelti) menundukkan diri pada aturan itu, dan dengan begitu Anda menerima akibat hukum yang timbul dari tindakan aturan itu," tegas Margarito.
Oleh karena itu, kandidat setelah mendaftar tidak ada ruang hukum untuk mempersoalkan aturan pendaftaran itu apalagi mempersoalkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi. "Kalau mempersoalkan itu, memalukan bagi saya," ujar Margarito. Margarito juga menyoti soal pengurus yang sudah meninggal, lalu ada orang yang memperpanjang kepengurusannya.
"Tentu saja dia (orang yang meninggal) tidak mengurus, tetapi dengan memperpanjang kepengurusan itu, bagi saya itu soal sebagai orang hukum. Mengapa? Mana ada orang mati jadi subjek hukum," tanya Margarito. Pada sisi lain, seseorang atau pengurus yang memperpanjang maka yang bersangkutan memiliki hak dan kewajiban. "Padahal orang itu sudah meninggal, dia bukan lagi subjek hukum. Oleh karena itu, orang seperti ini, tindakan seperti ini menurut saya tidak berlandaskan hukum dan ada alasan untuk mendiskualifikasi orang semacam ini,” ujar Margarito.
Dengan orang yang sudah mati, tetapi ada orang memperpanjang kepengurusan maka sama halnya orang bersangkutan menempatkan keterangan yang tidak benar pada dokumen resmi. Pada dokumen itu, seseorang menemukan hak dan kewajibannya. "Menurut saya, ini bermasalah. Oleh karena itu, harus ada tindakan hukum terhadap peristiwa seperti ini. Ini menurut saya yang menarik di dalam ajang Musyarah Kongres Pelti 2022,” ujar Margarito, Margarito menyarankan kepada peserta Munas Pelti dan juga kandidat ketua umum mengedepanpan sportivitas.
"Di organisasi olahraga, di mana mana mengedepankan sportivitas. Maka sportif lah. Jangan konyol. Anda datang mendaftar dengan mengetahui syarat maka anda sudah tahu dong," tegas Margarito. Lebih lanjut, Margarito mengatakan sebenarnya seseorang sudah mengikatkan diri pada syarat itu. "Dengan mengikatkan diri pada syarat itu maka Anda tunduk pada aturan itu. Dengan begitu Anda terima akibat hukum itu,” tegas Margarito.
Oleh karena itu, menurut Margarito, tidak ada jalan hukum untuk kembali mempersoalkan aturan pendafatarn maupun anggaran dasar Pelti. "Bagi saya, jika ada yang mempersoalkan itu konyol," tetas Margarito Kamis. Sebelumnya, Ketua Umum PP Pelti Rildo Ananda Anwar berharap pelaksanaan musyawarah nasional berjalan lancar.
"Semoga agenda musyawarah nasional kali ini bisa berjalan dengan lancar, dan pengurus Pelti periode 2022 – 2027 bisa melanjutkan kerja keras kepengurusan sebelumnya untuk mengangkat prestasi tenis dan mengharumkan nama bangsa Indonesia," kata Rildo, Rabu (16/11/2022).