KPK Selisik Aset Richard Louhenapessy dan Aliran Uang yang Diterima Selaku Wali Kota Ambon

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelisik aset aset Wali Kota nonaktif Ambon Richard Louhenapessy (RL). Hal itu ditelusuri tim penyidik KPK lewat pemeriksaan dua saksi unsur swasta, Philygrein Miron Calvert Hehanussa dan Leberina Louisa Evelien dalam penyidikan kasus dugaan suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) persetujuan prinsip pembangunan gerai Alfamidi tahun 2020 di Pemerintahan Kota Ambon. "Didalami pengetahuannya terkait aset aset milik tersangka RL dalam rangka pembuktian unsur pasal TPPU," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (5/7/2022).

Penyidik KPK juga mengonfirmasi para saksi mengenai jumlah uang yang diduga diterima Richard Louhenapessy selaku Wali Kota Ambon. Kemudian, KPK memperingatkan saksi bernama Fahri Anwar S. karena mangkir dari panggilan tim penyidik. "Saksi Fahri Anwar S. tidak hadir tanpa konfirmasi. Akan dijadwal ulang dan KPK ingatkan agar saksi kooperatif hadir memenuhi panggilan KPK," ditegaskan Ali.

Pada hari ini, penyidik KPK melanjutkan pemeriksaan saksi. Adapun saksi yang dipanggil ialah Afid Hemeily, GM Legal & Compliance PT Midi Utama Indonesia Tbk. "Pemeriksaan dilakukan di Komisi Pemberantasan Korupsi, atas nama Afid Hemeily, GM Legal & Compliance PT Midi Utama Indonesia Tbk," kata Ali.

KPK telah menetapkan Wali Kota Ambon periode 2011 2016 dan 2017 2022 Richard Louhenapessy dengan sangkaan TPPU. "Selama proses penyidikan dugaan perkara awal tersangka RL, tim penyidik KPK kemudian mendapati adanya dugaan tindak pidana lain yang diduga dilakukan saat yang bersangkutan masih aktif menjabat Wali Kota Ambon berupa TPPU," kata Ali, Senin (4/7/2022). Richard disinyalir sengaja menyembunyikan atau menyamarkan asal usul kepemilikan harta benda menggunakan indentitas pihak pihak tertentu.

Richard Louhenapessy sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail Alfamidi tahun 2020 di Kota Ambon dan penerimaan gratifikasi. Dia dijerat bersama Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemkot Ambon Andrew Erin Hehanussa dan Kepala Perwakilan Regional Alfamidi Kota Ambon Amri. Dalam konstruksi perkara, disebutkan dalam kurun waktu tahun 2020, Richard yang menjabat Wali Kota Ambon periode 2017 2022 memiliki kewenangan, salah satu di antaranya terkait dengan pemberian persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail di Kota Ambon.

Dalam proses pengurusan izin tersebut, KPK menduga Amri aktif berkomunikasi hingga melakukan pertemuan dengan Richard agar proses perizinan bisa segera disetujui dan diterbitkan. Menindaklanjuti permohonan Amri, Richard kemudian memerintahkan Kadis PUPR Pemkot Ambon untuk segera memproses dan menerbitkan berbagai permohonan izin, di antaranya Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Untuk setiap dokumen izin yang disetujui dan diterbitkan dimaksud, Richard meminta agar penyerahan uang dengan minimal nominal Rp25 juta menggunakan rekening bank milik Andrew yang adalah orang kepercayaan Richard.

Khusus untuk penerbitan terkait Persetujuan Prinsip Pembangunan untuk 20 gerai usaha retail, Amri diduga kembali memberikan uang kepada Richard sekira sejumlah Rp500 juta yang diberikan secara bertahap melalui rekening bank milik Andrew. Richard diduga pula menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi dan hal ini masih terus didalami lebih lanjut oleh tim penyidik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *