Penolakan pergantian 22 nama jalan terus berlanjut. Sebagai bentuk tegas penolakan, sejumlah warga memasang spanduk di wilayahnya masing masing. Lantas bagaimana respons Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan wakilnya Ahmad Riza Patriaa menggapi penolakan tersebut ?
Keduanya memberi respons berbeda, Anies Baswedan tak bergeming sementara Ahmad Riza Patria minta tak perlu dibesar besarkan. Ditanya soal keluhan warga yang menolak pergantian nama jalan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan hanya menanggapinya dengan cengiran. Diketahui, pergantian nama jalan di Jakarta yang dilakukan Anies Baswedan menuai polemik dan sejumlah penolakan warga.
Warga yang nama jalannya diganti oleh Anies Baswedan khawatir kebijakan itu akan menyusahkan mereka karena berkaitan dengan data administrasi. Satu di antara penolakan pergantian nama jalan dilakukan oleh warga Jalan Tanah Tinggi I dan Jalan Tanah Tinggi IV Gang 5, Jakarta Pusat yang menjadi Jalan A. Hamid Arief. Protes yang dilakukan warga di sana itu menjadi sorotan karena warga melakukannya dengan tak menghadiri acara penyerahan KTP yang dihadiri Wali Kota Jakarta Pusat, Dhany Sukma.
Para warga pun menyampaikan tuntutannya, yakni minta Pemprov DKI Jakarta mengembalikan nama jalan baru seperti semula, .Jalan Tanah Tinggi I Gang 5. Tak hanya di Tanah Tinggi, warga yang memprotes pergantian nama jalan juga terjadi di daerah lain antara lain di Kebon Jeruk dan Cikini, Jakarta Pusat. Sementara itu, dalam video yang diunggah pegiat media sosial Guntur Romli di akun Twitternya, terlihat Anies hanya nyengir saja saat diminta tanggapannya soal adanya warga yang menolak pergantian nama jalan.
Orang nomor satu di DKI Jakarta itu sama sekali tak menjawab mengenai keluhan warga soal pergantian nama jalan. "Pak Anies ada warga yang menolak nama jalan," tanya Anies. Mendengar hal itu, Anies hanya nyengir tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
Respon Anies itu pun dikomentari oleh Guntur Romli. "Warga Tanah Tinggi protes pergantian nama jalan, selain menyusahkan mereka karena harus ubah semua dokumen, mereka juga merasa tidak pernah dilibatkan. Saat ditanyakan ke Anies soal protes warga itu, Anies cuma cengar cengir…," cuit Guntur Romli. Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria minta masyarakat tak mempermasalahkan pergantian nama jalan dengan tokoh Betawi.
Ia pun menjamin, Pemprov DKI akan mempermudah segala urusan perubahan dokumen yang berkaitan dengan pergantian nama jalan ini. "Ini semua masih dalam proses perbaikan identitas itu sendiri, baik KTP, STNK, dan KK. Jadi enggak usah terlalu dipermasalahkan," ucapnya di Balai Kota, Jumat (1/7/2022) malam. Orang nomor dua di ibu kota ini menyebut, Pemprov DKI telah berkoordinasi dengan Polda Metro Jaya terkait pergantian surat kepemilikan kendaraan.
Tak hanya itu, Badan Pertanahan Nasional (BPN) pun sudah diajak berunding soal penggantian sertifikat tanah. Bahkan, Kementerian Dalam Negeri melalui Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil sudah menyatakan sikap siap mendukung perubahan data kependudukan yang berkaitan dengan pergantian nama jalan ini. Meski ada pergantian nama jalan, Ariza pun memastikan, dokumen kependudukan, kepemilikan kendaraan, hingga tanah yang kini dipegang masyarakat masih tetap berlaku.
Oleh karena itu, masyarakat tak perlu terburu buru mengubah kolom alamat di dokumen yang saat ini dimiliki. "Jadi saya kira masyarakat tidak perlu khawatir, tidak berarti kalau belum diganti kemudian identitas bermasalah, tidak ya," ujarnya. Perubahan data kependudukan dari Sudin Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Jakarta Timur bagi warga terdampak pergantian nama jalan mendapat penolakan.
Penolakan tampak ketika warga memasang spanduk bertuliskan 'kami warga jalan budaya menolak keras perubahan nama jalan,' pada Kamis (30/6/2022) sekira pukul 13.30 WIB. Spanduk yang dipasang depan satu pagar rumah warga itu berada persis depan mobil layanan jemput bola penggantian data KTP, KK, KIA dari Sudin Dukcapil Jakarta Timur. Lukman Effendi (67), warga RT 10/RW 06 Kelurahan Batu Ampar mengatakan spanduk itu dipasang sebagai bentuk penolakan pergantian nama Jalan Budaya menjadi Jalan Entong Gendut.
"Itu (spanduk) atas nama warga Jalan Budaya. Kami tetap menolak perubahan nama Jalan Budaya," kata Lukman di Kramat Jati, Jakarta Timur, Kamis (30/6/2022). Alasannya meski Pemprov DKI Jakarta menyatakan tidak memungut biaya penggantian data kependudukan, tapi warga merasa dibuat repot dengan prosedur penggantian. Penggantian nama jalan tersebut juga ditolak karena warga yang terdampak penggantian nama jalan menyebut tidak mendapatkan sosialisasi dari pihak Kelurahan dan Kecamatan.
"Kecuali pemerintah mau urusi perubahan surat, dokumen yang terkait perubahan nama jalan dan warga duduk manis dirumah tidak harus mondar mandir," ujar Lukman. Triesti Prabawati, warga RT 10/RW 06 Kelurahan Batu Ampar lain menuturkan beberapa waktu lalu pihak Kelurahan Batu Ampar memang menyatakan akan mengadakan pertemuan dengan warga. Tapi hingga kini pertemuan untuk membahas masalah penggantian nama Jalan Budaya yang sudah lama digunakan menjadi Jalan Entong Gendut tidak pernah terealisasi.
"Katanya akan diundang, tidak pernah kejadian," tutur Triesti. Penggantian nama jalan yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta menggunakan nama tokoh tokoh Betawi belum semuanya disetujui warga. Kasudin Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Jakarta Timur, Naufan mengatakan pihaknya masih mendapati warga yang belum setuju dengan pergantian nama jalan.
"Karena belum tentu warga bisa beradaptasi dengan cepat mereka ketakutan mengenai pergantian nama ini," kata Naufan di Jakarta Timur, Rabu (29/6/2022). Hingga kini pihaknya masih berupaya mensosialisasikan penggantian nama jalan dan melakukan layanan jemput bola mengganti data kependudukan. Penggantian nama jalan dilakukan dengan sistem jemput bola ke permukiman warga, hingga door to door rumah warga yang data kependudukannya terdampak.
"Yang pasti warga tidak perlu cemas karena TNI Polri akan melakukan hal yang sama terhadap perubahan ini tidak akan dipungut biaya. Semuanya gratis," ujarnya. E. Samsudin, satu warga Kelurahan Bambu Apus terdampak penggantian nama Jalan Bambu Apus Raya menjadi Mpok Nori termasuk warga yang keberatan. Meski hari ini mengikuti penggantian KTP, kartu keluarga (KK) pada layanan sistem jemput bola Sudin Dukcapil Jakarta Timur tapi dia tetap mengaku keberatan.
"Saya keberatan, masalah ini nama jalan (Bambu Apus Raya) dari awal (sudah lama digunakan). Sekarang semua surat surat berubah semua," tutur Samsudin. Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Jakarta Timur mencatat ribuan warga yang data kependudukannya terdampak penggantian nama jalan. Kasudin Dukcapil Jakarta Timur Naufan mengatakan jumlah tersebut terdiri dari warga yang terdampak penggantian lima nama jalan menggunakan nama tokoh Betawi.
Yakni Jalan Bekasi Timur Raya menjadi Haji Darip, Jalan Budaya menjadi Entong Gendut, Jalan Raya Bambu Apus menjadi Mpok Nori, Jalan Raya Pondok Gede menjadi H. Bokir bin Dji'un. Serta Jalan BKT sisi Barat menjadi Rama Ratu Jaya yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta berdasar Pergub 565 Tahun 2022 tentang Penetapan Nama Jalan, Gedung dan Zona dengan Nama Tokoh Betawi. "Kisarannya sekitar hampir 3.000 (jiwa) di Jakarta Timur. Sampai saat ini paling (jiwa yang terdampak penggantian nama jalan) paling banyak di Jakarta Timur," kata Naufan di Cipayung, Rabu (29/6/2022).
Menurutnya meski jumlah jalan di Jakarta Timur yang diganti hanya lima tapi jumlah jiwa terdampak tetap paling banyak dibanding penggantian nama jalan di wilayah DKI Jakarta lain. Alasannya Jakarta Timur merupakan wilayah paling padat penduduk di Provinsi DKI Jakarta, dan panjang jalan yang namanya dirubah lebih panjang dibanding jalan jalan di wilayah lain. "Di Jakarta Timur ini kan daerah hunian. Kalau di wilayah lain mungkin yang terkena wilayah (Kota DKI Jakarta lain) perkantoran. Makannya jumlah warga paling banyak," ujarnya.
Naufan menuturkan mulai Rabu (29/6/2022) ini pihaknya mulai melakukan sistem jemput bola bagi warga yang data kependudukannya KTP, KK, KIA terdampak penggantian nama jalan. Di Jakarta Pusat 1. Tino Sidin adalah seorang tokoh seni lukis dan pendidikan melukis/menggambar anak yang terkenal karena mengisi pogram TV di TVRI, juga dikenal pada era revolusi kemerdekaan berperan dalam militer. Namanya diabadikan sebagai nama jalan di Jalan Cikini VII.
2. Mahbub Djunaidi adalah seorang tokoh yang dikenal sebagai ketua umum pertama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), juga dikenal sebagai wartawan, sastrawan, kolumnis, agamawan dan politikus. Namanya diabadikan sebagai nama jalan di Jalan Srikaya, sekitar Kebon Sirih. 3. Raden Ismail adalah kemenakan dari pahlawan nasional MH Thamrin yang aktif di dunia seni peran yang pernah berkeliling hingga ke Singapura, Malaya dan Thailand bersama grup opera dan dikenal sebagai aktor Betawi era 1950 an. Namanya diabadikan sebagai nama jalan di Jalan Buntu. 4. A Hamid Arief adalah seorang aktor Indonesia yang aktif pada era tahun 1950 1980 an. Namanya diabadikan sebagai nama jalan di Jalan Tanah Tinggi 1 Gang 5.
5. H Imam Sapi’ie adalah Pahlawan Kemerdekaan yang berjuang melawan penjajah, pernah diangkat menjadi Menteri Urusan Keamanan Rakyat pada zaman revolusi. Namanya diabadikan sebagai nama jalan di Jalan Senen Raya. 6. Abdullah Ali adalah seorang putra Betawi yang dijuluki maestro dan legenda perbankan Indonesia. Namanya diabadikan sebagai nama jalan di Jalan SMP 76. 7. M Mashabi adalah seorang pemusik yang turut serta memperkenalkan gaya musik melayu modern. Namanya ditetapkan sebagai nama jalan di Jalan Kebon Kacang Raya sisi Utara.
8. HM Saleh Ishak merupakan putra asli Jakarta dan Pahlawan Kemerdekaan pada tahun 1945 1950an. Namanya ditetapkan sebagai nama jalan Kebon Kacang Raya sisi Selatan. Di Jakarta Utara 1. Mualim Teko merupakan ulama Betawi yang wafat di Kapuk Teko. Namanya dijadikan sebagai nama jalan di depan Taman Wisata Alam Muara Angke.
Di Jakarta Barat 1. Guru Ma’mun adalah seorang intelektual sekaligus ulama Betawi di Rawa Buaya Cengkareng, Jakarta Barat. Namanya dijadikan nama jalan di Jalan Rawa Buaya. 2. Syekh Junaid Al Batawi adalah ulama Betawi yang menyebarkan agama Islam di Betawi pada abad ke 18. Namanya diabadikan sebagai nama jalan di Jalan Lingkar Luar Barat (dari Pasar Cengkareng ke arah Kamal).
Di Jakarta Selatan 1. H Rohim Sa'ih yang pernah menyediakan lahan untuk disewakan guna pembuatan Perkampungan Budaya Betawi yang sekarang kita kenal dengan Zona Embrio. Namanya diabadikan sebagai nama jalan di Bantaran Setu Babakan barat. 2. KH Ahmad Suhaimi adalah seorang tokoh masyarakat yang dikenal sebagai penggagas berdirinya Masjid Baitul Ma’mur (kini menjadi Masjid Raya Baitul Ma’mur), juga beberapa masjid di sekitar Kelurahan Srengseng. Namanya diabadikan sebagai nama jalan di Bantaran Setu Babakan Timur.
3. KH Guru Amin adalah seorang ulama yang turut berjuang melawan penjajahan pada masa revolusi. Namanya diabadikan sebagai nama jalan di Jalan Raya Pasar Minggu sisi utara. 4. Hj Tutty Alawiyah adalah seorang mantan Menteri pemberdayaan perempuan, akademisi/dosen, dan ulama Wanita. Namanya diabadikan sebagai nama jalan di Jalan Warung Buncit Raya. Di Jakarta Timur
1. Mpok Nori adalah seorang komedian Betawi. Namanya dijadikan sebagai nama jalan di Jalan Bambu Apus Raya. 2. H Bokir bin Dji’un adalah seorang seniman topeng Betawi yang namanya diusulkan untuk sebagian ruas Jalan Raya Pondok Gede, yakni dari Hek sampai Prapatan Taman Mini Indonesia Indah (TMII). 3. Haji Darip adalah seorang yang piawai dalam ilmu bela diri, pendakwah dan pejuang pada masa revolusi yang dijuluki Panglima Perang Klender. Namanya dijadikan sebagai nama jalan di Jalan Bekasi Timur Raya.
4. Entong Gendut adalah seorang pejuang terhadap perlawanan rakyat dari daerah Tanjung Oost (saat ini kampung Gedong, Condet). Namanya dijadikan sebagai nama jalan di Jalan Budaya. 5. Rama Ratu Jaya adalah seorang guru bela diri yang berjuang melawan penjajahan Belanda pada tahun 1869. Namanya dijadikan sebagai nama jalan di Jalan BKT sisi barat. Di Kepulauan Seribu
1. Habib Ali bin Ahmad adalah seorang yang dikenal sebagai ulama dan mubaligh yang pertama kali menyebarkan Islam di Pulau Panggang dan sekitarnya. Namanya dijadikan sebagai nama jalan di Pulau Panggang.